Angin dan Matahari


banner1
… hari-hari ini terasa sepi. Tak lebih bagai berdiam ditengah belukar pemakaman umum Krapyak sana. Aku ingin pergi dari kesunyian ini, namun harus kemana?. Kekasihku pulang. Denyut pikiranku menyeret inginku untuk beralih dari kamar ini. Kakiku pun seolah berdiri di atas bara api, ia seolah mengajakku beranjak dari ruang ini. Namun harus kemana kumembawa diri?.

…langit-langit kamar ini seolah menyerigai, mempertontonkan gigi-giginya yang membosankan. Bukankah Nologaten sudah tiada yang patut kutemui dan bercanda mesra?. Uff.. kucoba mengalihkan mata ini dari langit-langit sangar itu. Kucoba bertadarus, kucoba menyimak kitab-kitab indah itu, kucoba berdialektika dengan mereka yang juga terkurung disini. Kucoba dan terus kucoba. Tetapi lagi-lagi hh..h, letih aku.
Betapa hadirmu membawa seribu makna. Menatap binar pupil matamu, mendengar renyah suaramu, menyimak setiap gerak-gerik tubuhmu nan aduhai. Yaa Alloh Gusti, inikah refleksi keindahanMu pada kecanggunganku? Semua tentangnya telah Kau liputi dengan keindahan, tentang keindahan, pada keindahan dan untuk keindahan. Duh..
Sedang apa kau kini di sana? Apakah sama seperti diriku yang disini. Mencoba berbisik-bisik pada angin dan suara matahari. Mencoba berbisik pada lantai dingin yang juga kikuk mendengar curhatku.
Ah Pesantren, jagalah rahasia rindu ini.
Krapyak, 26 Juni 2009

One thought on “Angin dan Matahari

Leave a comment